Senin, 19 Desember 2011

makalah fiqih

MAKALAH FIQIH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqih
Disusun oleh :

  3. Ulfa Asyifaa                   1111050032
  4. Utami  Husnita                     1111050039
5. Wanda Eka Jayanti         1111050134

Jurusan : Matematika
Dosen : Ujang Effendi, S.Pd. I








FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG























BAB I
PENDAHULUAN




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ASH-SHAID (BERBURU)
      A. Hukum berburu dan hewan yang diburu
            Jumhur fuqaha berpendapat bahwa hokum berburu adalah mubah, berdasarkan firman Allah :
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ
 مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِيَ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai kesenangan bagimu, dan bagi orang-orang yang mengarunginya, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram”.
(Q.S. Al-Maidah 5 : 96)
            Mengenai hewan yang diburu, fuqaha telah sependapat bahwa dari hewan laut adalah ikan dan segala jenisnya, sedangkan dari hewan darat adalah hewan yang halal dimakan dan tidak jinak (hewan liar). Kemudian mereka berselisih pendapat tentang hewan jinak yang kemudian menjadi liar, sehingga tak seorang pun sanggup menangkap dan menyembelihnya. Menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa apabila tidak dapat menyembelih unta yang lepas, maka boleh dibunuh seperti hewan buruan. Aturan pokok dalam masalah ini adalah, bahwa hewan jinak (ternak) tidak boleh dimakan kecuali dengan disembelih nahr atau disembelih biasa, sedang hewan liar boleh dimakan dengan cara dilukai.
            Hadist yang bertentangan dengan aturan pokok tersebut adalah hadist Rafi’ bin Khadij ra. yang di dalamnya disebutkan sebagai berikut :
      Artinya : Maka lepaslah daripadanya seekor unta, sedang pada kaum hanya ada sedikit kuda. Maka mereka pun mencarinya sehingga memayahkan (menyusahkan) mereka. Kemudian seorang lelaki melontarkan anak panah kepadanya , maka Allah menahannya dengan anak panah itu. Lalu nabi saw. bersabda, “sesungguhnya hewan-hewan ini mempunyai keliaran seperti liarnya hewan-hewan liar. Maka apabila ada yang lepas daripadamu perbuatlah terhadapnya seperti yang diperbuat terhadap unta ini. ”
وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواْ
Kemudian Allah swt berfirman: “Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka               bolehlah berburu.” (QS al-Ma’idah 5 : 2)
Ulama telah sependapat bahwa perintah berburu menunjukkan atas kebolehannya,   sebagaimana hal seperti itu disepakati oleh mereka pada firman Allah :
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Apabila sholat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah”. (Q.S. Al-Jumu’ah : 10 )
Yakni yang dimaksudkan adalah kebolehan mencari rezeki, karena perintah untuk mencarinya datang sesudah larangan.

B. Alat Berburu
            Dasar  pembicaraan dalam hal ini adalah dua ayat Al-Quran dan Hadist.
Ayat pertama adalah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللّهُ بِشَيْءٍ مِّنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ
Artinya : “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu”. (Q.S. al-Maidah : 94)
Ayat kedua adalah :
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ
Artinya : “Katakanlah (hai Muhammad), “dihalalkan bagimu makanan yang baik-baik dan binatang buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu.” (Q.S. al-Maidah : 4)
Hadist Abu Tsa’labah al-Khasyani yang di dalamnya disebutkan sabda Rasulullah saw :
مَاأَصَبْتَ بِقَوْسِكَ فَسَمِّ اللهَ ثُمَّ كُلْ , وَمَا صِدْتَ بكَلْبِكَ الْمُعَلَّمِ فَاذْ كُرِاسْمَ اللهِ وَكُلْ, وَمَا صِدْتَ بكَلْبِكَ الَّذِىْ لَيْسَ بمُعـَــلَّمٍ وَأَدْرَ كْتَ ذَكَا تَهُ فَكُلْ
Artinya : “Apa yang engkau kenai dengan anak panahmu, maka sebutlah nama Allah dan makanlah. Dan apa yang engkau buru dengan anjingmu yang terlatih, maka sebutlah nama Allah dan makanlah. Dan apa yang engkau buru dengan anjingmu yang tidak terlatih, dan engkau masih sempat baru menyembelihnya maka makanlah.”
Mengenai alat berburu, maka diantaranya ada yang secara garis besar telah disepakati oleh oara ulama dan adapula yang masih diperselisihkan tentang macam dan sifatnya. Jumlahnya ada 3 yaitu: hewan pemburu, senjata tajam, senjata berat.
Mengenai senjata tajam, maka telah disepakati oleh fuqoha antara lain seperti, pedang, tombak, dan anak panah. Begitu pula halnya, sejata-senjata yang sejenis, yakni yang prinsipnya dapat melukai, selain benda-benda yang diperselisihkan pemakaiannya untuk penyembelihan hewan jinak seperti gigi, kuku, dan tulang.
Fuqoha berselisih pendapat tentang berburu dengan menggunakan senjata berat, seperti mi’radh / batu. Segolongan fuqoha ada yang melarang memakan hewan yang ditangkap dengan batu, kecuali apabila sempat menyembelihnya. Segolongan fuqoha ada yang memisah-misahkan antara hewan yang terbunuh oleh batu, apakah terbunuh degan beratnya atau ketajamannya, jika ia menembus badannya. Menurutnya, jika badannya tertembus maka boleh dimakan. Jika tidak tertembus maka tidak boleh dimakan.
Mengenai hewan berburu, maka kesepakatan fuqoha ada yang berkaitan dengan macam dan syarat bersama dan adapula yang berkaitan dengan syarat saja. Jenis hewan yang telah disepakati kebolehannya adalah anjing. Asalkan anjing sudah terlatih. Binatang yang dipakai berburu harus memenuhi 3 syarat yaitu, apabila di perintah maka berangkat, apabila di cegah maka tidak berangkat, dan apabila mendapat maka tidak dimakan.
C. Cara dan syarat dalam penyembelihan binatang buruan
Sebelum kita memburu, sebaiknya melafadzkan niat dengan menyebut nama Allah.
Maksudnya, apabila hewan yang kita buru sudah mati, maka kita tidak boleh memakannya atau haram. Dan apabila hewan tersebut masih dalam keadaan hidup dan kita sempat menyembelihnya maka kita boleh memakannya.
Maksudnya, agar pemburuan dari pihak pemburu itu sendiri dan berlangsung terus sampai mengenai binatang buruannya.
Maksudnya, kita tidak ragu apakah binatang buruan itu halal atau haram dimakan.
D. Macam-macam binatang
     Binatang ada 3 macam diantaranya: binatang yang tidak dimakan, maka adalah bangkai. Binatang yang dimakan kalau disembelih dengan cara yang ditentukan agama, maka halal. Binatang yang dimakan dan bangkainya halal, yaitu ikan dan belalang.
     Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya “dihalalkan kepada kita dua bangkai ikan dan belalang.” (HR. Ibnu Majah)
Firman Allah dalam surat al-Maidah : 96
اُحل لكم صىد ا لبحر

Artinya : “Dihalalkan kepada kamu sekalian ikan-ikan laut.” (QS. al-Maidah : 96)

2.2 AZ-ZABA’IH (SEMBELIH)
           Menyembelih adalah  melenyapkan roh binatang untuk dimakan, dilakukan dengan sesuatu yang tajam selain tulang dan kuku.
Artinya : “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS Al-Maidah : 5)
Sabda Rasulullah SAW  yang artinya “Dari Rafi’ bin Khadij, “alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah, makanlah olehmu, kecuali karena gigi dan kuku.”  (Riwayat Bukhori dan Muslim)

            Cara menyembelih harus diperhatikan, sehingga memotong tenggorokan, jalan makanan dan urat darah. Menyembelih menurut istilah bahasa artinya membaikan. Menyembelih disebut membaikan sebab untuk membaikkan dalam memakannya. Dalam menyembelih bagian yang harus dipotong adalah jalan makanan, jalan nafas dan urat darah dileher.
            Yang boleh disembelih binatang yang hidup, disembelih sampai mati. Binatang yang sudah mati tidak boleh disembelih. Jika ragu apakah binatang tersebut sudah mati atau masih hidup maka seharusnya tidak boleh disembelih.

Adapun sunah menyembelih adalah :

Adapun syarat untuk menyembelih binatang adalah :

Hal ini diperkuat berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya : “Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan dengan menyebut nama Allah maka boleh kamu makan, bukan gigi dan kuku dan aku akan beritahukan kepada kalian tentangnya. Adapun gigi itu adalah tulang, sedangkan kuku  itu adalah senjata orang Habsyi.” (H.R. Bukhori dari Rafi’ bin Khadij )
Adapun syarat binatang yang di sembelih adalah :

Orang yang menyembelih binatang harus memenuhi beberapa persyaratan, anatara lain :
Allah berfirman dalam surat Al-An’am : 121
Artinya : “Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang ketika disembelih tidak menyebut nama Allah, perbuatan  itu benar-benar suatu kefasikan ….” (QS. Al-An’am : 121)
Mengeonsumsi daging binatang yang disembelih oleh orang yang gila atau mabuk hukumnya haram.
Mumayiz adalah orang yang dapat membedakan antara yang benar dan salah. Penyembelihan binatang yang dilakukan oleh anak yang belum mumayiz dinyatakan tidak sah.


2.3 AL-UDHIYYAH (QURBAN)

           Qurban berasal dari bahasa arab : qaruba – yaqrubu – qurban  yang artinya  dekat, mendekat atau mendekatkan diri. Menurut uistilah ahli fikih artinya : “Menyembelihkan ternak pada hari raya haji (qurban) dan hari-hari tasryik untuk mendekatkan diri kepada Allah.”
           Kata qurban telah dijadikan istilah dalam syariat islam untuk pengertian penyembelihan binatang ternak yang memenuhi syarat tertentu dilaksanakan pada waktu tertentu, dengan niat ibadah guna untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
           Syariat qurban didasarkan atas perintah Allah SWT yang tercantum dalam surat AL-Kautsar ayat 1-3 dan Al-Hajj ayat 34.
Surat al-kautsar ayat 1-3
Artinya : “Sungguh, kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagaimana ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)” (QS. AL-Kautsar : 1-3)
Surat Al-Hajj ayat 34
Artinya : “ Dan bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban). “
           Bagi umat islam hokum qurban adalah Sunah Muakad. Oleh karena itu, orang islam yang telah mampu menyembelih qurban, tetapi tidak mau melaksanakannya, ia tercela dalam pandangan agama.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya menyembelih qurban itu tidak wajib, tetapi sunah dari Rasulullah SAW.” (HR. Tirmizi)


           Binatang-binatang yang disembelih dalam qurban adalah unta, sapi, kambing, dll. Binatang-binatang tersebut sudah sampai usia remaja atau baligh. Kira-kira umur satu tahun untuk kambing dan dua tahun untuk unta. Jenis kambing satu ekor untuk satu orang dan jenis lembu atau unta satu ekor untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk tujuh orang.
           Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya : “Dari jabir, kami telah menyembelih qurban bersama-sama Rasulullah SAW. Pada tahun Hudaybiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (HR. Muslim)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar